Dinia. Powered by Blogger.
RSS

Rumah Kita


Awal Januari 2011 aku, kamu, kamu, dan kita, harus berkemas, meninggalkan rumah, kontrakan petak kecil kita, yang bagiku sekarang rasanya seperti istana. Rumah kontrakan dua kamar itu, yang gentingnya bocor kala hujan, yang membuat kita siaga banjir jika hujan menderas, yang terasnya selalu diseraki daun-daun pohon mangga depan rumah, yang paling sederhana diantara rumah petak di sekelilingnya, ia telah memberi kita tempat untuk menjadi keluarga.


Kita mendeklarasikan rumah kita dengan nama : Rumah Ceria. Bukan tanpa alasan tentu saja. Ada harapan dan doa saat kita memberinya nama : semoga rumah kita selalu menceriakan penghuninya, semoga bisa menularkan keceriaan pula bagi siapapun yang singgah, semoga tantangan, pun ujian yang kita hadapi tak akan menyesatkan kita, akan menuntun kita kembali mencipta bahagia, mengunduh ceria.

Rumah ini seperti bermagnet : dia menarik kita menjadi simbiosa, mendatangkan traffic kisah. Kamu yang mulai lelah dengan pekerjaanmu. Aku ribut dengan orang tuaku. Kamu berencana pindah kerja, alih profesi. Aku kesal belum dapat kenaikan gaji. Kamu jatuh cinta. Aku menikah. Kamu bertengkar dengan kekasihmu. Aku bertemu temanmu. Kamu bertemu temanku. Kita berbagi teman. Kamu sakit, aku memijit. Aku sakit, kamu memberi obat, merawatku. Kita berdebat, saling keras kepala, ngambek, kadang saling diam, tapi selalu saja berakhir dengan pelukan sayang. Kita akan tertawa lagi, bikin ulah konyol lagi, menceriakan rumah kita lagi.

Aku tiba-tiba menyadari betapa lengkapnya rumah kita ini. Ada juru masak, ada juru beres-beres, ada juru rawat, ada juru motivator. Waktu makan selalu menjadi favoritku. Memasak, menunggu makanan siap, berebut makanan sederhana namun terasa istimewa. Tumis kangkung, tempe tahu goreng, ikan asin oseng pedas, ayam kecap, sambel goreng ati kentang, tumis brokoli, tumis kacang telor, sambal terasi, menu andalan rumah kita. Waktu makan menjadi waktu enak berbagi cerita, bergiliran memberi komentar, juga olok-olok sayang.

Rumah Ceria, rumah kita. Rumah itu dibangun dengan cinta, kurasa. Selalu bisa kurasakan kehangatan dan rasa nyaman. Jika ada yang pulang ke rumah dengan amarah, tak lama sesudahnya akan mereda. Jika pulang ke rumah dengan airmata, berada di rumah serasa mendapat pelukan, perlindungan.

Namun di sinilah kita, Saudaraku.. melangkah melanjutkan perjalanan. Berjabat tangan perpisahan. Berjabat tangan berharap bisa saling menguatkan. Sudah kukemas rapi segala emosi, ingatan, potongan-potongan cerita berlatar rumah kita.

Jika kelak kita berjumpa, mungkin aku, kamu, kita, akan banyak berubah, menjadi berbeda. Tapi kenangan Rumah Ceria, akan membuat kita kembali mengingat bahwa kita pernah berlindung di rumah yang sama, menjadi keluarga.

Rumah Ceria, rumah kita. Sekarang rumah itu ada di hatiku.

Jakarta, 4 Januari 2011
untuk : Endang, Ebeth, Butet di manapun kalian berada ...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

2 komentar:

arni said...

saya sedang berencana mencari juga rumah ceria. tempat kami saling menghapus air mata dan memberikan senyuman. seperti di dalam rumahmu ;)

ndk said...

Dyt, tau gak? aku baru hari ini baca lengkapnya. iya, ternyata kita menulis hal yang sama. kupikir isinya cuma satu paragraf, se icrit yang diatas.

ah ah ah..aku rindu Rumah Ceria!!
tau begini sedihnya, aku akan menikmati dengan segenap hati waktu-waktu di rumah jelek itu.

ah, mengapa sedihnya lebih menyanyat daripada saat aku putus cinta ya?

Post a Comment

Search This Blog