Dinia. Powered by Blogger.
RSS

JEDA

Resign dari tempat kerja yang hampir lima tahun kutekuni, benar-benar menjadi titik balik bagi hidupku. Setidaknya itulah yang kurasakan saat ini. Bagiku ini adalah pilihan yang berani. Apalagi aku keluar tidak untuk pindah kerja di tempat yang baru. Aku keluar begitu saja, berhenti, memberi titik di akhir kisahku di kantor itu.

Alasan untuk keluar tentu saja bermacam-macam. Sejak dua tahun bekerja di sana, memang hasrat untuk resign tinggi sekali. Mulai dari alasan tidak ada jenjang karir, tidak ada perbaikan income, merasa tidak diperlakukan dengan adil sebagai pekerja, seringkali merasa menjadi robot : melakukan hal-hal rutin yang mengacaukan kreatifitas dan hasrat berkarya. Ini belum ditambah alasan remeh-temeh yang kadang timbul tenggelam bergantung dengan situasi.

Ajaibnya aku masih bertahan di kantor itu empat tahun lima bulan. Aku kadang heran, apa yang membuatku bertahan di kantor itu? Padahal, jika saja aku berani keluar lebih awal, mengambil beberapa kesempatan yang dahulu beberapa kali datang, mungkin akan lebih baik. Ayahku bilang, aku terlalu menyiakan waktu. Ibuku bilang, aku terlalu banyak berpikir, terlalu banyak pertimbangan yang tak ada ujungnya. Sekarang kupikir itu benar juga.

Tapi aku lantas mengingat area nyaman yang membuatku betah. Ada kawan-kawan yang menyenangkan di sana. Suasana kekeluargaan yang akrab, perasaan senasib, toleransi dan saling menghargai. Aku sangat mengingat betapa aku merasa sangat diterima, dengan segala kekurangan dan keterbatasanku. Mereka tak mempermasalahkan aku yang sensitif, aku yang bawel, aku yang heboh sendiri, aku yang kadang menyebalkan, ceroboh, dan pelupa. Bekerja dengan mereka benar-benar membius : hal serius jadi olok-olokan, hal menyedihkan jadi becandaan, tragedi jadi komedi, polemik disikapi dengan baik. Berbeda menjadi hal biasa. Berantem, ngotot, salah-salahan, saling merasa benar, disikapi wajar saja, tak saling menjatuhkan. Aku berani bangga : aku berada pada divisi yang solid.

Aku tak akan lupa banyak hal baik yang kudapat. Beberapa kawan berbaik hati mengajarkanku ilmu lain di luar pekerjaan. Ada yang mengajarkanku menjadi enterpreneur, ada yang mengajariku design, ada yang mengenalkanku pada musik indie yang ternyata sangat menarik, ada yang mengajariku editing, ada yang menstimulus untuk membuat karya tulis, bahkan ada yang mengajariku membuat aneka craft, kue dan coklat. Bagaimana aku tidak bersyukur berada di tempat semenarik ini. Aku sangat bersyukur.

Tapi, aku tak menyesali keputusanku untuk keluar dari kantor itu. Sejak aku menikah, aku tahu, cepat atau lambat aku akan resign juga. Tak ada alasan untuk berlama-lama berjauhan dari suami. Pontianak menjadi destinasi utama, karena di sana, orang yang kukasihi telah menanti. Ada banyak harapan dan kemungkinan yang menunggu untuk kuraih.

Suamiku bilang padaku, "Kesempatan selalu mendekat pada orang berbakat. Bagiku, kamu orang yang berbakat, jadi jangan takut, kesempatan akan segera datang padamu. Jadi, bersiaplah!" Ah, benar-benar membesarkan hati. Aku mengamini kata-katanya, kuanggap sebagai doa.

Dan saat ini, menjelang keberangkatanku ke Pontianak, aku merasa berada pada area jeda. Berhenti sejenak, menyusun strategi, mengambil nafas. Jeda akan memberiku waktu untuk memulai topik di awal paragraf baru kehidupanku. Seperti spasi, ia memberi ruang untuk menghimpun energi, bersiap untuk menyusun cerita kembali. Tujuan telah kugenggam, dan kata pertama dia awal paragraf itu sudah kutemukan, ia tinggal menunggu untuk segera disematkan.

Mojokerto, 16 Januari 2011

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

3 komentar:

kukukotor said...

Aku sukaaaa sekali semangat ini, kamu biasa sibuk tau, sekarang tiba-tiba enggak sibuk ya jetleg...selamat datang kesempatan untuk mba dyditku ini :)

Rahmat Ali said...

Dyt. Saat kamu 'berjalan', keberuntungan itu akan menghampirimu dengan 'berlari'.

Selamat dan semoga beberkat. Aamiin.

:-)

Anonymous said...

berani..bravo

Post a Comment

Search This Blog