Dinia. Powered by Blogger.
RSS

Ada Cerita di bulan Desember

Rinai hujan Desember ini, Sahabat... mengguyurkan emosi warna-warni : larutan rindu kita, bertemu dengan derai-derai tawa dan airmata. Melihatmu tumbuh, melihatku tumbuh, melihat kita tumbuh. Tapak-tapak kecil kita bermetamorfosa, menjadi jejak langkah, mencari jalan ke angkasa, tak gentar melihat ke depan, tak takut menghadapi : jalan yang kita pilih, resiko yang menghalang, pun keberuntungan yang kita dapati. 


Dan melihatmu kembali di akhir Desember ini, Sahabat... jiwaku meloncat! euforia meledak tak terkendali, pelukan suka cita kita melebur, cerita-cerita berlompatan dari bibir kita seolah tiada habis dikisahkan, dan menatapmu lagi...oh, ini seperti mimpi ! waktu serasa berhenti.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pergi ke PelukanNya

In Memoriam : 'Ami Munir Chozin



Dia kakak lelaki ibuku. Lahir tepat 2 tahun sebelum ibuku dilahirkan. Kakak adik ini sangat dekat. Mungkin itu pula yang membuat aku juga dekat dengannya. Aku memanggilnya ami. Panggilan ami berasal dari bahasa Arab 'Aamun artinya paman, sedangkan 'Ammy berarti pamanku. Aku tak tahu siapa yang mengajariku memanggilnya ami, tapi aku suka sekali dengan panggilan itu. Sekarang, hampir semua sepupuku juga ikut memanggilnya ami.

Orang bilang dia pendiam. Tapi menurutku tidak. Kami banyak menghabiskan waktu kami bertemu dengan mengobrol tentang banyak hal. Ingatannya tentang masa lalu sangat baik. Dia menceritakan kisah nyata seperti dongeng yang bagiku sangat menarik. Pernah kukatakan padanya : Ami ini seperti saksi sejarah saja. Dan dia hanya tertawa. Tawa ami hangat sekali, membuat wajahnya yang tampan bersemu merah. Ya, amiku berwajah tampan : hidungnya mancung seperti orang Arab, matanya teduh, berkulit putih. Ami tidak terlalu tinggi, kurang dari 160cm kukira, tapi dia selalu berpenampilan modis dan bagiku ami selalu tampak keren.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

NOW OR NEVER

Apa rasanya diam membisu sekian lama ? Kram, kesemutan, mati rasa, hilang akal ? Ya tentu saja. Seperti yang kurasakan di rentang waktu hampir setahun terakhir : diam membisu. Aku melihat, aku mendengar, aku merasakan, aku berpikir, tapi aku diam saja : tak bersikap, tak berbicara, tak melakukan apa-apa.

Sampai pada suatu masa saat aku tak bisa menampung segala yg masuk di pikiranku, di hatiku. Sampai cawan penyimpanan di kepalaku meluber, meleleh, mengalir ke arah yang tak bisa kuikuti jejaknya. Sampai aku merasa di ujung tanduk kehidupanku : diikat kuat diatas ketinggian ribuan meter diatas bumi, dan siap dilemparkan.

Maka di sinilah aku : memulai lagi membuka mulutku, memulai lagi berbuat sesuatu, belajar bersuara, biarpun yang keluar lirih saja. Rasa sakit, gelisah, tidak menentu tiba-tiba mendominasi segalanya, ketika kram, kesemutan, mati rasa dan kawan-kawannya itu kupaksa bergerak. Tak apa, ini memang buah dari diam sekian lama, nanti juga terbiasa.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Search This Blog